Jumat, 12 Agustus 2016

PERAN EKOSISTEM MANGROVE


PERAN EKOSISTEM MANGROVE
Oleh :
Akhmad Sayidi, SST
Penyuluh Kehutanan Kabupaten Brebes



Sumber daya ekosistem mangrove termasuk dalam sumber daya wilayah pesisir, merupakan sumber daya yang bersifat alami dan dapat terbaharui (renewable resources) yang harus dijaga keutuhan fungsi dan kelestariannya, supaya dapat menunjang pembangunan dan dapat dimanfaatkan seoptimal mungkin dengan pengelolaan yang lestari.
Selain ekosistem mangrove di wilayah pesisir terdapat juga ekosistem lain, baik yang bersifat alami (natural) maupun buatan (manmade). Ekosistem alami yaitu terumbu karang (coral reefs), padang lamun (sea grass bed), pantai pasir (sandy beach), pantai berbatu (rocky beach), formasi pescaprae, formasi barringtonia, estuaria, laguna, dan delta. Sedangkan ekosistem buatan antara lain tambak, sawah pasang surut, perkebunan, kawasan pariwisata, industri dan permukiman.
Sumber daya mangrove mempunyai beberapa peran baik secara fisik, kimia, maupun biologi yang sangat menunjang pemenuhan kebutuhan hidup manusia dan berfungsi sebagai penyangga keseimbangan ekosistem di wilayah pesisir.
a.    Sebagai Pelindung dan Penahan Pantai
Tumbuhan mangrove mempunyai sistem perakaran yang khas berupa akar tunjang, pneumatofor, dan akar lutut dapat menghambat arus air dan ombak. Perakaran tumbuhan menyebabkan kekuatan arus dan ombak menjadi lemah dan garis pantai terhindar dari pengikisan (abrasi). Bahkan dengan melemahnya arus akan menyebabkan massa lumpur yang terbawa air akan mengendap dan terjebak di antara akar-akar mangrove sehingga menyebabkan garis pantai bergerak kearah laut.
Sebagai salah satu penghalang atau benteng untuk meredam gelombang tsunami, penahan pantai alami dari komunitas mangrove juga sangat dianjurkan selain dengan metode atau tahapan-tahapan lain secara terintegrasi.
Rimbunan tajuk pohon mangrove juga menjadi penahan tiupan angin laut sehingga kawasan di belakang hutan pantai dapat terhindar dari kerusakan oleh angin laut yang kencang. Secara keseluruhan akan memengaruhi iklim mikro dari kawasan tersebut.

b.    Sebagai Penghasil Bahan Organik
Hutan mangrove merupakan mata rantai utama dalam jaringan makanan di ekosistem mangrove. Kehidupan dalam air biasanya dimulai dari fitoplankton (plankton nabati) sebagai rantai makanan yang terendah. Namun, untuk kawasan hutan mangrove agak berbeda, karena konsentrasi fitoplankton lebih sedikit dibandingkan dengan perairan laut. Hal ini karena fungsi fitoplankton telah disubstitusi oleh daun-daun pohon pantai, terutama mangrove.
Daun mangrove yang gugur sebagai serasah daun akan didekomposisi oleh jasad renik yang akan menjadi zat hara atau detritus. Zat hara sangat berguna sebagai penyubur tanah dan sebagai makanan mikrofauna di hutan mangrove. Mikrofauna pemakan detritus akan dimakan oleh ikan-ikan atau fauna yang lebih besar, dan pada akhirnya ikan-ikan yang lebih besar akan dimakan tingkat fauna yang lebih tinggi. Rantai makan tersebut akan terus berputar pada ekosistem hutan mangrove asal tidak ada pemutusan terhadap unsur pada rantai makanan tersebut.

c.    Sebagai Habitat Fauna Mangrove
Hutan mangrove berfungsi sebagai tempat mencari makan, berlindung, berpijah, dan pembesaran bagi jenis-jenis binatang air seperti ikan dan udang serta organisme air lainnya. Hutan mangrove juga menjadi tempat berkembang biak berbagai jenis binatang darat, seperti burung air dan kalong. Bahkan banyak burung pengembara yang datang dari daratan atau daerah lainnya yang memanfaatkan hutan mangrove. Termasuk satwa-satwa yang dilindungi oleh pemerintah.
Jenis ikan komersial yang memanfaatkan perlindungan hutan mangrove adalah ikan kakap putih (Lates calcarifer), bandeng (Chanos chanos), belanak (Mugil sp), udang windu (Panaeus monodon Fabricus), udang putih (Penaeus merguensis atau Panaeus indicus), udang galah atau udang satang (Macrobrachium rosenbergii), dan kepiting (Scylla serrata).
Kondisi perairan yang tenang serta terlindung dengan berbagai macam tumbuhan dan bahan makanan menyebabkan perairan hutan mangrove menjadi tempat yang sangat baik untuk berkembang biak.

d.    Sebagai Sumber Bahan Industri dan Obat-obatan
Hutan mangrove sangat penting artinya terutama bagi penduduk yang menggantungkan hidupnya pada sumber daya alam ini, misalnya sebagai sumber bahan bangunan, kayu bakar (fire wood), arang (charcoal), bahan baku kertas (pulp), tatal kayu olahan (woodchips), dan lem.
Kayu-kayu bakau/mangrove pada umumnya dapat dipakai untuk tiang-tiang rumah serta perabot rumah tangga di tepi pantai. Seiring dengan perkembangan teknologi maka kayu bakau banyak digunakan sebagai bahan baku kertas dan papan buatan. Selain itu, kulit pohon bakau Rhizophora, Bruguiera, dan Ceriops banyak mengandung tanin yang dapat digunakan sebagai bahan penyamak kulit.
Kecenderungan pola hidup masyarakat kembali kepada alam (back to nature), mengakibatkan tanaman mangrove dimanfaatkan sebagai bahan obat-obatan, karena memang beberapa jenis mangrove mempunyai khasiat pengobatan untuk beberapa jenis penyakit. Tentu tidak menutup kemungkinan bahwa pemanfaatan mangrove sebagai bahan obat-obatan dapat dikembangkan dengan proses teknologi modern.


e.    Sebagai Kawasan Pariwisata dan Konservasi
Pantai berpasir terutama pantai yang memiliki pasir putih dan butiran pasirnya halus, biasanya dijadikan kawasan pariwisata pantai karena keindahan alam dan kebersihan pantainya, seperti pantai Sanur dan Kuta di Bali, Pangandaran, Pelabuhan Ratu, dan Carita di Jawa Barat, Parang Tritis di Yogyakarta, Kepulauan Seribu di Jakarta, Kepulauan Karimunjawa di Jepara, dan Pasir Putih di Jawa Timur. Pantai tersebut mempunyai nilai jual yang tinggi bagi pariwisata.
Pengelolaan ekosistem hutan mangrove di Indonesia masih mengizinkan adanya konversi mangrove, eksploitasi kayu, dan pemanfaatan jasa lainnya. Kecenderungan masyarakat dunia dan beberapa negara di dunia termasuk China dan Thailand saat ini telah melarang adanya konversi mangrove untuk kegiatan budidaya dan pembangunan lainnya. Hal ini dilandasi akan kesadaran bahwa manfaat dan fungsi ekosistem mangrove sangat tinggi dan penting bagi sistem penyangga kehidupan.
Dalam kaitannya dengan konservasi mangrove, Pemerintah Indonesia merupakan salah satu negara yang turut meratifikasi Konvensi Lahan Basah dengan terbitnya Keppres 48 tahun 1999. Dalam konvensi tersebut, ekosistem mangrove dikategorikan sebagai ekosistem lahan basah yang harus dilindungi. Oleh sebab itu, Pemerintah Indonesia mempunyai tanggung jawab untuk melakukan perlindungan terhadap ekosistem mangrove.
Sesuai dengan prinsip kelestarian hutan yang merupakan pedoman dalam pengusahaan hutan maka dalam pengusahaannya hutan mangrove harus diperhatikan segi kelestariaannya. Penebangan dilakukan secara selektif terhadap pohon mangrove yang berdiameter lebih dari 10 Cm, kelestarian hutan pantai merupakan salah satu aspek yang sangat penting dalam kegiatan pengusahaan hutan. Pada pengusahaan hutan mangrove juga dikenal berbagai sistem silvikultur yang mengatur pelaksanaan penebangan.
Pemanfaatan sumber daya alam termasuk hutan mangrove fungsi ekonominya lebih menonjol dari pada fungsi yang lain. Pemanfaatan hutan mangrove yang sifatnya masih tradisional biasanya cenderung masih terkendali. Karena hanya mengambil keuntungan ekonomi dari lingkungan sekitar tumbuhnya mangrove. Namun dalam perjalanan selanjutnya pemanfaatan berkembang ke dalam bentuk usaha besar-besaran, baik untuk memanfaatkan kayu maupun membuka hutan untuk memfungsikan lahannya.
Pengelolaan kawasan mangrove harus menggunakan paradigma baru dalam pengelolaan hutan yang berorientasi pada komponen sumber daya hutan sebagai ekosistem (forest resources management) dan menempatkan masyarakat desa hutan sebagai mitra (community based forest management).
(Sumber  :  Pendagayagunaan Ekosistem Mangrove, 2007).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar