PERAN
EKOSISTEM MANGROVE
Oleh :
Akhmad
Sayidi, SST
Penyuluh Kehutanan
Kabupaten Brebes
Sumber
daya ekosistem mangrove termasuk dalam sumber daya wilayah pesisir, merupakan
sumber daya yang bersifat alami dan dapat terbaharui (renewable resources) yang harus dijaga keutuhan fungsi dan
kelestariannya, supaya dapat menunjang pembangunan dan dapat dimanfaatkan
seoptimal mungkin dengan pengelolaan yang lestari.
Selain
ekosistem mangrove di wilayah pesisir terdapat juga ekosistem lain, baik yang
bersifat alami (natural) maupun
buatan (manmade). Ekosistem alami
yaitu terumbu karang (coral reefs),
padang lamun (sea grass bed), pantai
pasir (sandy beach), pantai berbatu (rocky beach), formasi pescaprae,
formasi barringtonia, estuaria, laguna, dan delta. Sedangkan ekosistem buatan
antara lain tambak, sawah pasang surut, perkebunan, kawasan pariwisata,
industri dan permukiman.
Sumber
daya mangrove mempunyai beberapa peran baik secara fisik, kimia, maupun biologi
yang sangat menunjang pemenuhan kebutuhan hidup manusia dan berfungsi sebagai
penyangga keseimbangan ekosistem di wilayah pesisir.
a. Sebagai Pelindung dan Penahan Pantai
Tumbuhan mangrove mempunyai
sistem perakaran yang khas berupa akar tunjang, pneumatofor, dan akar lutut
dapat menghambat arus air dan ombak. Perakaran tumbuhan menyebabkan kekuatan
arus dan ombak menjadi lemah dan garis pantai terhindar dari pengikisan (abrasi). Bahkan dengan melemahnya arus
akan menyebabkan massa lumpur yang terbawa air akan mengendap dan terjebak di
antara akar-akar mangrove sehingga menyebabkan garis pantai bergerak kearah
laut.
Sebagai salah satu penghalang
atau benteng untuk meredam gelombang tsunami, penahan pantai alami dari
komunitas mangrove juga sangat dianjurkan selain dengan metode atau
tahapan-tahapan lain secara terintegrasi.
Rimbunan tajuk pohon mangrove
juga menjadi penahan tiupan angin laut sehingga kawasan di belakang hutan
pantai dapat terhindar dari kerusakan oleh angin laut yang kencang. Secara
keseluruhan akan memengaruhi iklim mikro dari kawasan tersebut.
b. Sebagai Penghasil Bahan Organik
Hutan mangrove merupakan mata
rantai utama dalam jaringan makanan di ekosistem mangrove. Kehidupan dalam air
biasanya dimulai dari fitoplankton (plankton nabati) sebagai rantai makanan
yang terendah. Namun, untuk kawasan hutan mangrove agak berbeda, karena
konsentrasi fitoplankton lebih sedikit dibandingkan dengan perairan laut. Hal
ini karena fungsi fitoplankton telah disubstitusi oleh daun-daun pohon pantai,
terutama mangrove.
Daun mangrove yang gugur sebagai
serasah daun akan didekomposisi oleh jasad renik yang akan menjadi zat
hara atau detritus. Zat hara sangat berguna sebagai penyubur tanah dan
sebagai makanan mikrofauna di hutan mangrove. Mikrofauna pemakan detritus akan
dimakan oleh ikan-ikan atau fauna yang lebih besar, dan pada akhirnya ikan-ikan
yang lebih besar akan dimakan tingkat fauna yang lebih tinggi. Rantai makan
tersebut akan terus berputar pada ekosistem hutan mangrove asal tidak ada
pemutusan terhadap unsur pada rantai makanan tersebut.
c. Sebagai Habitat Fauna Mangrove
Hutan mangrove berfungsi sebagai
tempat mencari makan, berlindung, berpijah, dan pembesaran bagi jenis-jenis
binatang air seperti ikan dan udang serta organisme air lainnya. Hutan mangrove
juga menjadi tempat berkembang biak berbagai jenis binatang darat, seperti
burung air dan kalong. Bahkan banyak burung pengembara yang datang dari daratan
atau daerah lainnya yang memanfaatkan hutan mangrove. Termasuk satwa-satwa yang
dilindungi oleh pemerintah.
Jenis ikan komersial yang
memanfaatkan perlindungan hutan mangrove adalah ikan kakap putih (Lates calcarifer), bandeng (Chanos chanos), belanak (Mugil sp), udang windu (Panaeus monodon Fabricus), udang putih (Penaeus merguensis atau Panaeus indicus),
udang galah atau udang satang (Macrobrachium
rosenbergii), dan kepiting (Scylla serrata).
Kondisi perairan yang tenang
serta terlindung dengan berbagai macam tumbuhan dan bahan makanan menyebabkan
perairan hutan mangrove menjadi tempat yang sangat baik untuk berkembang biak.
d. Sebagai Sumber Bahan Industri dan Obat-obatan
Hutan mangrove sangat penting
artinya terutama bagi penduduk yang menggantungkan hidupnya pada sumber daya
alam ini, misalnya sebagai sumber bahan bangunan, kayu bakar (fire wood), arang (charcoal), bahan baku kertas (pulp),
tatal kayu olahan (woodchips), dan
lem.
Kayu-kayu bakau/mangrove pada
umumnya dapat dipakai untuk tiang-tiang rumah serta perabot rumah tangga di
tepi pantai. Seiring dengan perkembangan teknologi maka kayu bakau banyak
digunakan sebagai bahan baku kertas dan papan buatan. Selain itu, kulit pohon
bakau Rhizophora, Bruguiera, dan Ceriops banyak mengandung tanin yang dapat
digunakan sebagai bahan penyamak kulit.
Kecenderungan pola hidup
masyarakat kembali kepada alam (back to nature), mengakibatkan tanaman mangrove
dimanfaatkan sebagai bahan obat-obatan, karena memang beberapa jenis mangrove
mempunyai khasiat pengobatan untuk beberapa jenis penyakit. Tentu tidak menutup
kemungkinan bahwa pemanfaatan mangrove sebagai bahan obat-obatan dapat
dikembangkan dengan proses teknologi modern.
e. Sebagai Kawasan Pariwisata dan Konservasi
Pantai berpasir terutama pantai
yang memiliki pasir putih dan butiran pasirnya halus, biasanya dijadikan
kawasan pariwisata pantai karena keindahan alam dan kebersihan pantainya,
seperti pantai Sanur dan Kuta di Bali, Pangandaran, Pelabuhan Ratu, dan Carita
di Jawa Barat, Parang Tritis di Yogyakarta, Kepulauan Seribu di Jakarta,
Kepulauan Karimunjawa di Jepara, dan Pasir Putih di Jawa Timur. Pantai tersebut
mempunyai nilai jual yang tinggi bagi pariwisata.
Pengelolaan ekosistem hutan
mangrove di Indonesia masih mengizinkan adanya konversi mangrove, eksploitasi
kayu, dan pemanfaatan jasa lainnya. Kecenderungan masyarakat dunia dan beberapa
negara di dunia termasuk China dan Thailand saat ini telah melarang adanya
konversi mangrove untuk kegiatan budidaya dan pembangunan lainnya. Hal ini
dilandasi akan kesadaran bahwa manfaat dan fungsi ekosistem mangrove sangat
tinggi dan penting bagi sistem penyangga kehidupan.
Dalam kaitannya dengan konservasi
mangrove, Pemerintah Indonesia merupakan salah satu negara yang turut
meratifikasi Konvensi Lahan Basah dengan terbitnya Keppres 48 tahun 1999. Dalam
konvensi tersebut, ekosistem mangrove dikategorikan sebagai ekosistem lahan
basah yang harus dilindungi. Oleh sebab itu, Pemerintah Indonesia mempunyai
tanggung jawab untuk melakukan perlindungan terhadap ekosistem mangrove.
Sesuai dengan prinsip kelestarian
hutan yang merupakan pedoman dalam pengusahaan hutan maka dalam pengusahaannya
hutan mangrove harus diperhatikan segi kelestariaannya. Penebangan dilakukan
secara selektif terhadap pohon mangrove yang berdiameter lebih dari 10 Cm,
kelestarian hutan pantai merupakan salah satu aspek yang sangat penting dalam
kegiatan pengusahaan hutan. Pada pengusahaan hutan mangrove juga dikenal
berbagai sistem silvikultur yang mengatur pelaksanaan penebangan.
Pemanfaatan sumber daya alam
termasuk hutan mangrove fungsi ekonominya lebih menonjol dari pada fungsi yang
lain. Pemanfaatan hutan mangrove yang sifatnya masih tradisional biasanya
cenderung masih terkendali. Karena hanya mengambil keuntungan ekonomi dari
lingkungan sekitar tumbuhnya mangrove. Namun dalam perjalanan selanjutnya
pemanfaatan berkembang ke dalam bentuk usaha besar-besaran, baik untuk memanfaatkan
kayu maupun membuka hutan untuk memfungsikan lahannya.
Pengelolaan kawasan mangrove
harus menggunakan paradigma baru dalam pengelolaan hutan yang berorientasi pada
komponen sumber daya hutan sebagai ekosistem (forest resources management) dan menempatkan masyarakat desa hutan
sebagai mitra (community based forest
management).
(Sumber : Pendagayagunaan Ekosistem Mangrove, 2007).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar